Jumat, 02 November 2012

Kepemimpinan



A.    Tipe atau Gaya Kepemimpinan
 Seseorang pemimpin harus memilki keahlian manajerial dan memahami hal-hal yang sifatnya taknis agar memudahkan ia mengarahkan dan membina anak buahnya. Ia harus memiliki keterampilan berkomunikasi dengan orang lain, memiliki kepiawaian berintraksi, membangun relasi, dan bersosialisasi, sehingga kepemimpinannya berjalan efektif. Ia juga harus memiliki human relation skill. Keterampilan berhubungan dengan orang lain, yaitu pandai membuat relasi baru dan berinteraksi dengan seluruh anak buahnya dan dengan lingkungan sekitarnya.[1]
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini.
1.      Teori Genetis (Keturunan)
 Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin.
2.      Teori Sosial
 Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3.      Teori Ekologis.
 Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik.
Selain pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s).
Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan (b) adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.
Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1997).[2]
a.       Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam tindakan pengge-rakkannya sering memperguna-kan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.


b.      Tipe Militeristis
 Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan; Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; Sukar menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
c.       Tipe Paternalistis.
 Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly protective); jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; dan sering bersikap maha tahu.
d.      Tipe Karismatik.
 Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.
e.       Tipe Demokratis.
 Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.  Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis
Kepemimpinan pula dapat dikatakan atau dipandang sebagai suatu sarana, sesuatu instrument atau alat, untuk membembuat sekelompok orang bersedia bekerja sama dan berdaya upaya menaati segala peraturan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini, kemimpinan di pandang sebagai dinamika suatu organisasi yang membuat orang-orang bergerak, bergiat, berdaya upaya secara “kesatuan organisasi” Untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan, keahlian berkomunikasi, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka menyakinkan yang dipimpinnya agar mereka bersedia dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, gembira, serta merasa tidak terpaksa.

Makna Belajar



MAKNA BELAJAR

A. Pengertian Belajar
            Seringkali kita mendengar satu ungkapan dari orang tua kita bahwa tugas seorang pelajar adalah belajar. Namun, apa sesungguhnya belajar itu? Menurut Arno F. Wittig sebagaimana dikutip oleh B. Renita Mulyaningtyas, pengertian belajar adalah "proses yang berlangsung dalam diri seseoarang. Proses ini mempunyai aspek internal (berlangsung didalam diri sendiri) dan aspek eksternal (berlangsung diluar diri atau tampak dalam kekuatan nyata seorang individu).
            Banyak orang yang sudah mengetahui bahwa tenyata potensi otak manusia sungguh luar biasa. Namun, sayangnya potensi itu belum dimanfaatkan secara maksimal. Dalam kegiatan belajar mengajar, siswa nya disiapkan sebagai seorang anak yang siap mendengarkan, mau menerima seluruh informasi dan menaati segala perlakuan gurunya, ditambah lagi yang dipelajari disekolah tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan realitas kehidupan nya sehari-hari. Akhirnya pendidikan menjadi sangat analog dengan kegiatan menabung, dimana guru menjadi penabung dan siswa adalah celengannya. Metode pengajaran semacam ini oleh Paulo Freire disebut dengan istilah "gaya bank" (banking system).
            Kondisi ini pada akhirnya akan melahirkan siswa yang tidak mampu mengaktifkan kemnampuan otaklnya. Sehingga mereka tidak memiliki keberanian menyampaikan pendapat, lemah penalaran, dan bergantung pada orang lain. Budaya semacam ini akhirnya akan diwarisi secara turun -temurun oleh generasi berikutnya. Akibatnya, budaya untuk berani mencoba menjadi lemah sekali. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika bangsa ini mempunyai tradisi research (meneliti) yang sangat rendah.

B. Metode Belajar
            Seperti diketahui bahwa otak manusia ternyata memiliki potensi yang sangat luar biasa. Tapi sayangnya potensi itu belum mampu dimanfaatkan semaksimal mungkin. Sebagian besar manusia hanya mampu memanfaatkan beberapa persen saja. Orang secerdas Albert Einstein konon baru berhasil mengaktualisasikan potensi otaknya sebesar 20%.
            Yang sangat disayangkan, sebagian besar orang tidak mengerti dan tidak mengetahui cara memotivasi potensi otaknya. Dalam belajar harus menggunakan metode yang tepat. Metode itu haruslah mampu mengubah suasana belajar menjadi meriah, adanya hubungan yang dinamis dalam lingkungan kelas, dan interaksi yang menjadi landasan dalam proses belajar, sehingga menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan. Menurut Bobby De Porter, metode yang dimaksud adalah "Quantum Teaching", yaitu pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada didalam dan disekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.

Quantum Teaching memiliki 5 prinsip, yaitu :
1. Segalanya berbicara
     Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh anda, dari kertas yang anda bagikan hingga rancangan pelajaran Anda; semuanya mengirimkan pesan tentang belajar.
2. Pengalaman sebelum pemberian nama
     Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan-rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.
3. Segalanya bertujuan
     Semua yang terjadi dalam penggubahan anda mempunyai tujuan semua.
4. Akui setiap usaha
     Belajar mengandung resiko. Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
5. Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan
     Perayaan adalah sarapan pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.

            Model pembelajaran Quantum Teaching ini akan menjadi sangat efektif seandainya digabung dengan metode active learning. Yaitu suatu kegiatan belajar mengajar yang mengaktifkan siswa sepenuh nya dalam belajar. Siswa melakukan sebagian besar pekerjaan yang harus dilakukan. Mereka menggunakan otak-otak mereka mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari.
            Active learning merupakan langkah cepat, menyenangkan, mendukung, dan secara pribadi menarik hati. Seringkali, peserta didik tidak hanya terpaku ditempat-tempat duduk mereka, berpindah-pindah dan berpikir keras. Untuk mempelajari sesuatu yang baik, active learning membantu untuk mendengarkannya, melihatnya, mengajukan pertanyaan tentang pelajaran tertentu, dan mendiskusikannya dengan yang lain. Yang paling penting, peserta didik perlu melakukannya, memecahkan masalah sendiri, menemukan contoh-contoh, mencoba keterampilan-keterampilan, dan melakukan tugas-tugas yang bergantung pada pengetahuan yang telah mereka miliki atau yang harus mereka capai.




C. Tips Dan Trik Cara Belajar Yang Baik

Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Belajar pada umumnya dilakukan di sekolah ketika jam pelajaran berlangsung dibimbing oleh Bapak atau Ibu Guru. Belajar yang baik juga dilakukan di rumah baik dengan maupun tanpa pr / pekerjaan rumah. Belajar yang dilakukan secara terburu-buru akibat dikejar-kejar waktu memiliki dampak yang tidak baik. Berikut ini adalah tips dan triks yang dapat menjadi masukan berharga dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan atau ujian :

1. Belajar Kelompok
Belajar kelompok dapat menjadi kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan karena ditemani oleh teman dan berada di rumah sendiri sehingga dapat lebih santai. Namun sebaiknya tetap didampingi oleh orang dewasa seperti kakak, paman, bibi atau orang tua agar belajar tidak berubah menjadi bermain. Belajar kelompok ada baiknya mengajak teman yang pandai dan rajin belajar agar yang tidak pandai jadi ketularan pintar. Dalam belajar kelompok kegiatannya adalah membahas pelajaran yang belum dipahami oleh semua atau sebagian kelompok belajar baik yang sudah dijelaskan guru maupun belum dijelaskan guru.
2. Rajin Membuat Catatan Intisari Pelajaran
                Bagian-bagian penting dari pelajaran sebaiknya dibuat catatan di kertas atau buku kecil yang dapat dibawa kemana-mana sehingga dapat dibaca di mana pun kita berada. Namun catatan tersebut jangan dijadikan media mencontek karena dapat merugikan kita sendiri.
3. Membuat Perencanaan Yang Baik
                Untuk mencapai suatu tujuan biasanya diiringi oleh rencana yang baik. Oleh karena itu ada baiknya kita membuat rencana belajar dan rencana pencapaian nilai untuk mengetahui apakah kegiatan belajar yang kita lakukan telah maksimal atau perlu ditingkatkan. Sesuaikan target pencapaian dengan kemampuan yang kita miliki. Jangan menargetkan yang yang nomor satu jika saat ini kita masih di luar 10 besar di kelas. Buat rencana belajar yang diprioritaskan pada mata pelajaran yang lemah. Buatlah jadwal belajar yang baik.
4. Disiplin Dalam Belajar
                Apabila kita telah membuat jadwal belajar maka harus dijalankan dengan baik. Contohnya seperti belajar tepat waktu dan serius tidak sambil main-main dengan konsentrasi penuh. Jika waktu makan, mandi, ibadah, dan sebagainya telah tiba maka jangan ditunda-tunda lagi. Lanjutkan belajar setelah melakukan kegiatan tersebut jika waktu belajar belum usai. Bermain dengan teman atau game dapat merusak konsentrasi belajar. Sebaiknya kegiatan bermain juga dijadwalkan dengan waktu yang cukup panjang namun tidak melelahkan jika dilakukan sebelum waktu belajar. Jika bermain video game sebaiknya pilih game yang mendidik dan tidak menimbulkan rasa penasaran yang tinggi ataupun rasa kekesalan yang tinggi jika kalah.

5. Menjadi Aktif Bertanya dan Ditanya
                Jika ada hal yang belum jelas, maka tanyakan kepada guru, teman atau orang tua. Jika kita bertanya biasanya kita akan ingat jawabannya. Jika bertanya, bertanyalah secukupnya dan jangan bersifat menguji orang yang kita tanya. Tawarkanlah pada teman untuk bertanya kepada kita hal-hal yang belum dia pahami. Semakin banyak ditanya maka kita dapat semakin ingat dengan jawaban dan apabila kita juga tidak tahu jawaban yang benar, maka kita dapat membahasnya bersama-sama dengan teman. Selain itu
6. Belajar Dengan Serius dan Tekun
                Ketika belajar di kelas dengarkan dan catat apa yang guru jelaskan. Catat yang penting karena bisa saja hal tersebut tidak ada di buku dan nanti akan keluar saat ulangan atau ujian. Ketika waktu luang baca kembali catatan yang telah dibuat tadi dan hapalkan sambil dimengerti. Jika kita sudah merasa mantap dengan suatu pelajaran maka ujilah diri sendiri dengan soal-soal. Setelah soal dikerjakan periksa jawaban dengan kunci jawaban. Pelajari kembali soal-soal yang salah dijawab.
7. Hindari Belajar Berlebihan
                Jika waktu ujian atau ulangan sudah dekat biasanya kita akan panik jika belum siap. Jalan pintas yang sering dilakukan oleh pelajar yang belum siap adalah dengan belajar hingga larut malam / begadang atau membuat contekan. Sebaiknya ketika akan ujian tetap tidur tepat waktu karena jika bergadang semalaman akan membawa dampak yang buruk bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak.
8. Jujur Dalam Mengerjakan Ulangan Dan Ujian
                Hindari mencontek ketika sedang mengerjakan soal ulangan atau ujian. Mencontek dapat membuat sifat kita curang dan pembohong. Kebohongan bagaimanapun juga tidak dapat ditutup-tutupi terus-menerus dan cenderung untuk melakukan kebohongan selanjutnya untuk menutupi kebohongan selanjutnya. Anggaplah dengan nyontek pasti akan ketahuan guru dan memiliki masa depan sebagai penjahat apabila kita melakukan kecurangan.




Pergaulan Remaja



Pergaulan Remaja

A. Aspek Psikososial Remaja
                Manusia merupakan makhluk sosial ciptaan Tuhan yang paling sempurna dimuka bumi. Manusia merupakan makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu manusia berkewajiban untuk berbuat baik dan beribadah kepada Tuhannya. Manusia merupakan satu kesatuan sistem rohani dan jasmaninya. Dalam diri manusia terdapat potensi-potensi kejiwaan yang dapat dikembangkan. Untuk itu diperlukan pertimbuhan jasmani yang sesuai dan wajar. Namun demikian, untuk mencapai perkembangannya sebagai makhluk pribadi manusia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan yang ada di sekitarnya. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari kondisi fisik, kondisi sosial, dan kondisi budaya disekitarnya.
                Sedangkan sebagai makhluk sosial, manusia akan bergaul dan berinteraksi dengan manusia lain nya dalam rangka memenuhi kebutuhan nya. Didalam melakukan interaksi tersebut seringkali terjadi permasalahn-permasalahan karena tidak dipatuhi nya nilai dan norma yang sudah di sepakati bersama. Oleh karena itu, setiap individu di tuntut untuk menguasai keterampilan sosial dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Keterampilan sosial ini sering dinamakan a"spek psikosoasial''.
                Menurut hasil studi Davis dan Forsythe, dalam kehidupan remaja terdapat sembilan aspek yang menuntut adanya keterampilan sosial, yaitu:
1. Keluarga
2. Lingkungan
3. Kepribdian
4. Rekreasi
5. Pendidikan/sekolah
6. Pergaulan dengan lawan jenis
7. Persahabatan
8. Lapangan Kerja

B. Tips tetap Awet Berteman
                Teman yang baik adalah teman yang mampu berbagi rasa satu dengan lainnya. Ia bisa manjadi sahabat dikala suka maupun duka. Namun, pertemanan ada kalanya tidak langgeng. Lantas bagaimanakah agar persahabatn tetap awet? Berikut ada beberapa tips agar persahabatan tetap awet, yaitu
1. Berikan Perhatian
2. Manfaatkan kebaikan masing-masing untuk mengembangkan hubungan yang baik
3. Jagalah sopan santun untuk menjembatani komunikasi dengan orang lain
4. Kembangkan Empati
5. Ucapkan terima kasih dan sertai dengan pujian yang selayaknya
6. Bersikaplah penuh ketulusan hati
7. Bertutur katalah secara bijaksana
8. Berikan pertolongan secukupnya sehingga tidak membuahkan ketergantungan
9. Buatlah rencana bersama dan jangan melakukan perubahan secara tiba-tiba
10. Jagalah jarak dengan wajar sehingga pertemanan tidak berlebihan

C. Mengatasi kesulitan Bergaul
                Menurut Ubaydillah, ada beberapa hal yang menghambat usaha kita untuk mengatasi kesulitan dalam bergaul, antara lain :
1. Arogansi Tersembunyi
2. Terlalu memikirkan diri sendiri
3. Terlalu banyak menilai orang lain (judgmental)
4. Terpenjara oleh pemahaman sempit dan mempersempit
5. Masalah kejiwaan umum

D. Prinsip Dasar Pergaulan yang Sehat
                Pergaulan yang sehat adalah pergaulan yang tidak terjebak dalam kondisi yang ekstrem, seperti terlalu menutup diri atau terlalu bebas terbuka. Ada beberapa prinsip dasar pergaulan yang sehat, yaitu
a. Menyadari adanya perkembangan diri yang terus berkembang
b. Relasi yang dibangun hendaknya memberi nilai positif pada kedua belah pihak
c. Mau belajar untuk mengerti, menghargai, serta bersikap dengan tepat terhadap sahabat
d. Tidak berprasangka bahwa bersahabat dengan lawan jenis pasti akan memunculkan perasaan tidak suka
e. Apabila dalam persahabatan antarlawan jenis menimbulkan perasaan suka, hal ini sangat wajar terjadi
f. Persahabatan antara lawan jenis seringkali berujung pada pacaran

E. Tips Bergaul yang Sehat
                Bergaul merupakan salah satu kebutuhan primer setiap manusia.Melalui pergaulan seseorang akan bersosialisasi dan membangun jaringan yang akan bermanfaat bagi kehidupannya. Namun, seringkali seseorang mempunyai kendala dalam membangun pergaulannya. Berikut ini ada beberapa tips bagaimana menjalin pergaulan yang sehat.
1. Banyak Senyum :)
2. Mengetahui kapan harus berbicara
3. Mulailah pembicaraan dengan hal-hal yang umum
4. Jangan pernah mengkritik diri sendiri "self critism"
5. Berhati-hati dalam memberikan pujian atau kritikan
6. Berikan kesempatan untuk orang lain
7. Gunakan body language
8. Berpandai-pandailah dalam membagi perhatian
9. Hindarilah perselisihan
10. Sense of humor